Jangan lupa membaca artikel tentang bisnis di > Informasi bisnis terbaik 2020.
Selain sebagai media informasi pendidikan, kami juga berbagi artikel terkait bisnis.
Mungkin Anda bukan seorang pecinta kucing. Mungkin Anda tidak suka dengan hewan malas tersebut. Ketika Anda melihat seekor kucing bermalas-malasan di kursi, tidur sepanjang hari dan hanya sesekali menggeliat atau melirik ke jendela, Anda langsung berpikir mereka adalah hewan tidak berguna.
Tetapi sebenarnya, mereka hanya berlagak santai — seperti biasa. Para ahli mengatakan, jika seluruh kucing di dunia tiba-tiba mati justru akan timbul bencana.
Kucing, baik yang dipelihara maupun liar, terkesan hanya hidup bergantung pada makanan kita. Tetapi menurut Alan Beck, profesor kedokteran hewan di Universitas Purdue, kucing adalah predator ahli dengan keahlian berburu dan daya adaptasi yang cepat.
"Mereka jago memangsa binatang yang lebih kecil, dan dapat bertahan hidup walau mangsa mereka sudah menipis," kata Alan kepada Life's Little Mysteries, sebuah website turunan dari LiveScience, seperti yang dimuat di Yahoo! News.
Dan itulah sebabnya kita akan merasa kehilangan bila mereka semua tiba-tiba mati. Kucing berperan penting dalam membasmi hama tikus dan cecurut di ladang dan lumbung padi. Di India, kata Alan, kucing memegang faktor penting dalam keberhasilan panen.
Singkatnya, mungkin benar manusia memberi makan kucing. Tapi tanpa kucing, makanan buat manusia juga akan lebih sedikit.
Bila tiba-tiba tidak ada lagi kucing yang menghuni dunia ini, populasi hewan pengerat jelas akan meningkat. Seberapa drastis? Ini gambarannya:
Penelitian tahun 1997 di Inggris mengungkapkan, seekor kucing rumahan rata-rata membawa pulang 11 ekor hewan mati — tikus, burung, katak, dsb — dalam waktu enam bulan. Itu berarti 9 juta kucing membunuh hampir 200 juta binatang liar per tahun.
Sedangkan di Selandia Baru, sebuah penelitian tahun 1979 menemukan fakta bahwa ketika kucing di sana hampir punah, populasi tikus meningkat cepat sebesar empat kali lipat.
Ada efek samping lain. Di Selandia Baru, jika populasi tikus meningkat (karena tak ada kucing) maka populasi burung laut ikut menurun drastis. Sebabnya, tikus suka memangsa telur burung laut. Populasi pemangsa tikus (di luar kucing) juga akan meningkat.
"Semua spesies saling punya pengaruh," kata Alan.
Dan jangan lupakan sisi emosional yang akan dihadapi oleh manusia ketika seluruh kucing mati: "Di negara ini, banyak orang mencintai kucing. Memang yang memelihara anjing lebih banyak, tapi kucing lebih disukai buat dibelai-belai. Mereka mudah dirawat dan wajahnya ‘pedomorphic’ [menyerupai anak-anak].”
Sementara lebih banyak rumah yang memelihara anjing (38 persen) daripada yang memelihara kucing (34 persen), tetapi jumlah kucing peliharaan lebih banyak daripada anjing karena pemilik kucing memelihara lebih dari satu kucing. Kucing sebagai hewan peliharaan lebih disukai untuk dibelai, mudah perawatannya, dan wajahnya lebih pedomorphic (lebih seperti anak-anak)."
Oleh Natalie Wolchover
Sumber https://mtsmafaljpr.blogspot.com/Tetapi sebenarnya, mereka hanya berlagak santai — seperti biasa. Para ahli mengatakan, jika seluruh kucing di dunia tiba-tiba mati justru akan timbul bencana.
Kucing, baik yang dipelihara maupun liar, terkesan hanya hidup bergantung pada makanan kita. Tetapi menurut Alan Beck, profesor kedokteran hewan di Universitas Purdue, kucing adalah predator ahli dengan keahlian berburu dan daya adaptasi yang cepat.
"Mereka jago memangsa binatang yang lebih kecil, dan dapat bertahan hidup walau mangsa mereka sudah menipis," kata Alan kepada Life's Little Mysteries, sebuah website turunan dari LiveScience, seperti yang dimuat di Yahoo! News.
Dan itulah sebabnya kita akan merasa kehilangan bila mereka semua tiba-tiba mati. Kucing berperan penting dalam membasmi hama tikus dan cecurut di ladang dan lumbung padi. Di India, kata Alan, kucing memegang faktor penting dalam keberhasilan panen.
Singkatnya, mungkin benar manusia memberi makan kucing. Tapi tanpa kucing, makanan buat manusia juga akan lebih sedikit.
Bila tiba-tiba tidak ada lagi kucing yang menghuni dunia ini, populasi hewan pengerat jelas akan meningkat. Seberapa drastis? Ini gambarannya:
Penelitian tahun 1997 di Inggris mengungkapkan, seekor kucing rumahan rata-rata membawa pulang 11 ekor hewan mati — tikus, burung, katak, dsb — dalam waktu enam bulan. Itu berarti 9 juta kucing membunuh hampir 200 juta binatang liar per tahun.
Sedangkan di Selandia Baru, sebuah penelitian tahun 1979 menemukan fakta bahwa ketika kucing di sana hampir punah, populasi tikus meningkat cepat sebesar empat kali lipat.
Ada efek samping lain. Di Selandia Baru, jika populasi tikus meningkat (karena tak ada kucing) maka populasi burung laut ikut menurun drastis. Sebabnya, tikus suka memangsa telur burung laut. Populasi pemangsa tikus (di luar kucing) juga akan meningkat.
"Semua spesies saling punya pengaruh," kata Alan.
Dan jangan lupakan sisi emosional yang akan dihadapi oleh manusia ketika seluruh kucing mati: "Di negara ini, banyak orang mencintai kucing. Memang yang memelihara anjing lebih banyak, tapi kucing lebih disukai buat dibelai-belai. Mereka mudah dirawat dan wajahnya ‘pedomorphic’ [menyerupai anak-anak].”
Sementara lebih banyak rumah yang memelihara anjing (38 persen) daripada yang memelihara kucing (34 persen), tetapi jumlah kucing peliharaan lebih banyak daripada anjing karena pemilik kucing memelihara lebih dari satu kucing. Kucing sebagai hewan peliharaan lebih disukai untuk dibelai, mudah perawatannya, dan wajahnya lebih pedomorphic (lebih seperti anak-anak)."
Oleh Natalie Wolchover
Selain sebagai media informasi pendidikan, kami juga berbagi artikel terkait bisnis.